Di-scan dari "Seratus Muslim
Terkemuka" oleh Jamil Ahmad.
Pada suatu hari di Madinah, ketika
Nabi Muhammad berada di masjid sedang dikelilingi para sahabat, tiba-tiba
anaknya tercinta Fatimah, yang telah menikah dengan Ali--prajurit utma Islam
yang terkenal--datang pada Nabi. Dia meminta dengan sangat kepada aya hnya
untuk dapat meminjam seorang pelayan yang dapat membantunya dalam melaksanakan
tugas pekerjaan rumah. Dengan tubuhnya yang ceking dan kesehatannya yang buruk,
dia tidak dapat melaksanakan tugas menggiling jagung dan mengambil air dari
sumur yang jauh letaknya, di samping juga harus merawat anak-anaknya.
Nabi tampak terharu mendengar
permohonan si anak, tapi sementara itu juga Beliau menjadi agak gugup. Tetapi
dengan menekan perasaan, Beliau berkata kepada sang anak dengan sinis,
"Anakku tersayang, aku tak dapat meluangkan seorang pun di antara mereka
ya ng terlibat dalam pengabdian 'Ashab-e Suffa. Sudah semestinya kau
dapat menanggung segala hal yang berat di dunia ini, agar kau mendapat
pahalanya di akhirat nanti." Anak itu mengundurkan diri dengan rasa yang
amat puas karena jawaban Nabi, dan selanjutnya tidak pernah lagi mencari pelay
an selama hidupnya.
Fatimah Az-Zahra si cantik
dilahirkan delapan tahun sebelum Hijrah di Mekkah dari Khadijah, istri Nabi
yang pertama. Fatimah ialah anak yang keempat, sedang yang lainnya: Zainab,
Ruqaya, dan Ummi Kalsum.
Fatimah dibesarkan di bawah asuhan
ayahnya, guru dan dermawan yang terbesar bagi umat manusia. Tidak seperti
anak-anak lainnya, Fatimah mempunyai pembawaan yang tenang dan perangai yang
agak melankolis. Badannya yang lemah, dan kesahatannya yang buruk men yebabkan
ia terpisah dari kumpulan dan permainan anak-anak. Ajaran, bimbingan, dan
aspirasi ayahnya yag agung itu membawanya menjadi wanita berbudi tinggi,
ramah-tamah, simpatik, dan tahu mana yang benar.
Fatimah, yang sangat mirip dengan
ayahnya, baik roman muka maupun dalam hal kebiasaan yang saleh, adalah seorang
anak perempuan yang paling diayang ayahnya dan sangat berbakti terhadap Nabi
setelah ibunya meninggal dunia. Dengan demikian, dialan yang sang at besar
jasanya mengisi kekosongan yang ditinggalkan ibunya.
Pada beberapa kesempatan Nabi
Muhammad SAW menunjukkan rasa sayang yang amat besar kepada Fatimah. Suatu saat
Beliau berkata, "O... Fatimah, Allah tidak suka orang yang membuat kau
tidak senang, dan Allah akan senang orang yang kau senangi."
Juga Nabi dikabarkan telah berucap:
"Fatimah itu anak saya, siapa yang membuatnya sedih, berarti membuat aku
juga menjadi sedih, dan siapa yang menyenangkannya, berarti menyenangkan aku
juga."
Aisyah, istri Nabi tercinta pernah
berkata, "Saya tidak pernah berjumpa dengan sosok probadi yang lebih besar
daripada Fatimah, kecuali kepribadian ayahnya."
Atas suatu pertanyaan, Aisyah
menjawab, "Fatimah-lah yang paling disayang oleh Nabi."
Abu Bakar dan Umar keduanya berusaha
agar dapat menikah denga Fatimah, tapi Nabi diam saja. Ali yang telah
dibesarkan oleh Nabi sendiri, seorang laki-laki yang padanya tergabung berbagai
kebajikan yang langka, bersifat kesatria dan penuh keberanian, kesal ehan, dan
kecerdasan, merasa ragu-ragu mencari jalan untuk dapat meminang Fatimah. Karena
dirinya begitu miskin. Tetapi akhirnya ia memberanikan diri meminang Fatimah,
dan langsung diterima oleh Nabi. Ali menjual kwiras (pelindung dada dari kulit)
milikn ya yang bagus. Kwiras ini dimenangkannya pada waktu Perang Badar. Ia
menerima 400 dirham sebagai hasil penjualan, dan dengan uang itu ia
mempersiapkan upacara pernikahannya. Upacara yang amat sederhana. Agaknya, maksud
utama yang mendasari perayaan it u dengan kesederhanaa, ialah untuk
mencontohkan kepada para Musllim dan Musllimah perlunya merayakan pernikahan
tapa jor-joran dan serba pamer.
fatimah hampir berumur delapan belas
tahun ketika menikah dengan Ali. Sebagai mahar dari ayahnya yang terkenal itu,
ia memperoleh sebuah tempat air dari kulit, sebuah kendi dari tanah, sehelai
tikar, dan sebuah batu gilingan jagung.
Kepada putrinya Nabi berkata,
"Anakku, aku telah menikahkanmu dengan laki laki yang kepercayaannya lebih
kuat dan lebih tinggi daripada yang lainnya, dan seorang yang menonjol dalam
hal moral dan kebijaksanaan."
Kehidupan perkawinan Fatimah
berjalan lanjcar dalam bentuknya yang sangat sederhana, gigih, dan tidak
mengenal lelah. Ali bekerja keras tiap hari untuk mendapatkan nafkah, sedangkan
istrinya bersikap rajin, hemat, dan berbakti. Fatimah di rumah melaksanak an
tugas-tugas rumah tangga; seperti menggiling jagung dan mengambil air dari
sumur. Pasangan suami-istri ini terkenal saleh dan dermawan. Mereka tidak
pernah membiarkan pengemis melangkah pintunya tanpa memberikan apa saja yang
mereka punyai, meskipun m ereka sendiri masih lapar.
Sifat penuh perikemanusiaan dan
murah hati yang terlekat pada keluarga Nabi tidak banyak tandingannya. Di dalam
catatan sejarah manusia, Fatimah Zahra terkenal karena kemurahan hatinya.
Pada suatu waktu, seorang dari suku
bani Salim yang terkenal kampiun dalam praktek sihir datang kepada Nabi,
melontarkan kata-kata makian. Tetapi Nabi menjawab dengan lemah-lembut. Ahli sihir
itu begitu heran menghadapi sikap luar biasa ini, hingga ia m emeluk agama
Islam. Nabi lalu bertanya: "Apakah Anda berbekal makanan?" Jawab
orang itu: "Tidak." Maka, Nabi menanyai Muslimin yang hadir di situ:
"Adakah orang yang mau menghadiahkan seekor unta tamu kita ini?"
Mu'ad ibn Ibada menghadiahkan seekor unta. Nabi sangat berkenan hati dan
melanjutkan: "Barangkali ada orang yang bisa memberikan selembar kain u
ntuk penutup kepala saudara seagama Islam?" Kepala orang itu tidak memaki
tutup sama sekali. Sayyidina Ali langsung melepas serbannya dan menaruh di a
tas kepala orang itu. Kemudian Nabi minta kepada Salman untuk membawa orang itu
ke tempat seseorang saudara seagama Islam yang dapat memberinya makan, karena
dia lapar.
Salman membawa orang yang baru masuk
Islam itu mengunjungi beberapa rumah, tetapi tidak seorang pun yang dapat
memberinya makan, kearna waktu itu bukan waktu orang makan.
Akhirnya Salman pergi ke rumah Fatimah,
dan setelah mengetuk pintu, Salman memberi tahu maksud kunjungannya. Dengan air
mata berlinang, putri Nabi ini mengatakan bahwa di rumahnya tidak ada makanan
sejak sudah tiga hari yang lalu. Namun putri Nabi itu en ggan menolak seorang
tamu, dan tuturnya: "Saya tidak dapat menolak seorang tamu yang lapar
tanpa memberinya makan sampai kenyang."
Fatimah lalu melepas kain
kerudungnya, lalu memberikannya kepada Salman, dengan permintaan agar Salman
membawanya barang itu ke Shamoon, seorang Yahudi, untuk ditukar dengan jagung.
Salman dan orang yang baru saja memeluk agama Islam itu sangat terharu. Dan
orang Yahudi itu pun sangat terkesan atas kemurahan hati putri Nabi, dan ia
juga memeluk agama Islam dengan menyatakan bahwa Taurat telah memberitahukan
kepada golongannya tentang berita akan lahirnya sebuah keluarga yang amat
berbudi luhur.
Salman balik ke rumah Fatimah dengan
membawa jagung. Dan dengan tangannya sendiri, Fatimah menggiling jagung itu,
dan membakarnya menjadi roti. Salman menyarankan agar Fatimah menyisihkan
beberapa buath roti intuk anak-anaknya yang kelaparan, tapi dijawab bahwa
dirinya tidak berhak untuk berbuat demikian, karena ia telah memberikan kain
kerudungnya uitu untuk kepentinga Allah.
Fatimah dianugerahi lima orang anak,
tiga putra: Hasan, Husein, dan Muhsin, dan dua putri: Zainab dan Umi Kalsum.
Hasan lahir pada tahun kegia dan Husein pada tahun keempat Hijrah. Muhsin
meninggal dunia waktu masih kecil.
Fatimah merawat luka Nabi
sepulangnya dari Perang Uhud. Fatimah juga ikut bersama Nabi ketika merebut
Mekkah, begitu juga ia ikut ketika Nabi melaksanakan ibadah Haji Waqad, apda
akhir tahun 11 Hijrah.
Dalam perjalanan haji terakhir ini
Nabi jatuh sakit. Fatimah tetap mendampingi beliau di sisi tempat tidur. Ketika
itu Nabi membisikkan sesuatu ke kuping Fatimah yang membuat Fatimah menangis,
dan kemudian Nabi membisikkan sesuatu lagi yang membuat Fatimah tersenyum.
Setelah nabi wafat, Fatimah menceritakan kejadian itu kepada Aisyah. Ayahnya
membisikkan bertia kematianya, itulah yang menyebabkan Fatimah menangis, tapi
waktu Nabi mengatakan bahwa Fatimah-lah orang pertama yang akan berkumpul
dengannya di ala m baka, maka fatimah menjadi bahagia.
Tidak lama setelah Nabi wafat, Fatimah
meninggal dunia, dalam tahun itu juga, eman bulan setelah nabi wafat. Waktu itu
Fatimah berumur 28 tahun dan dimakamkan oleh Ali di Jaat ul Baqih (Medina),
diantar dengan dukacita masyarakat luas.
Fatimah telah menjadi simbol segala yang suci dalam diri wanita, dan pada konsepsi manusa yang paling mulia. Nabi sendiri menyatakan bahwa Fatimah akan menjadi "Ratu segenap wanita yang berada di Surga."
Fatimah telah menjadi simbol segala yang suci dalam diri wanita, dan pada konsepsi manusa yang paling mulia. Nabi sendiri menyatakan bahwa Fatimah akan menjadi "Ratu segenap wanita yang berada di Surga."
No comments:
Post a Comment