Apakah
amalan kita haruslah banyak? Ataukah lebih baik amalan kita itu rutin walaupun
sedikit? Itulah yang akan kami ketengahkan ke hadapan pembaca pada tulisan yang
sederhana ini. Hanya Allah yang senantiasa memberi segala kemudahan.
Rajin Ibadah Janganlah Sesaat
Wahai saudaraku … Perlu diketahui bahwa ibadah tidak semestinya dilakukan hanya
sesaat di suatu waktu. Seperti ini bukanlah perilaku yang baik. Para ulama pun
sampai mengeluarkan kata-kata pedas terhadap orang yang rajin shalat –misalnya-
hanya pada bulan Ramadhan saja. Sedangkan pada bulan-bulan lainnya amalan
tersebut ditinggalkan. Para ulama kadang mengatakan, “Sejelek-jelek orang
adalah yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang sholih
adalah orang yang rajin ibadah dan rajin shalat malam sepanjang tahun”. Ibadah
bukan hanya dilakukan pada bulan Ramadhan, Rajab atau Sya’ban saja. Sebaik-baik
ibadah adalah yang dilakukan sepanjang tahun.
Asy Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah
Sya’ban?” Beliau pun menjawab, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi
Sya’baniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di
setiap bulan, sepanjang tahun dan jangan hanya beribadah pada bulan Sya’ban saja.
Kami kami juga dapat mengatakan, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi
Romadhoniyyin.” Maksudnya, beribadahlah secara kontinu (ajeg) sepanjang tahun
dan jangan hanya beribadah pada bulan Ramadhan saja.[1]
Begitu pula amalan suri tauladan kita –Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam-
adalah amalan yang rutin dan bukan musiman pada waktu atau bulan tertentu.
Itulah yang beliau contohkan kepada kita. ’Alqomah pernah bertanya pada Ummul
Mukminin ’Aisyah mengenai amalan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,
”Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah
menjawab,
”Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Amalan beliau adalah
amalan yang kontinu (ajeg).”[2]
Tanda Diterimanya Suatu Amalan
Saudaraku … Perlulah engkau ketahui bahwa tanda diterimanya suatu amalan adalah
apabila amalan tersebut membuahkan amalan ketaatan berikutnya. Di antara
bentuknya adalah apabila amalan tersebut dilakukan secara kontinu (rutin).
Sebaliknya tanda tertolaknya suatu amalan (alias tidak diterima), apabila
amalan tersebut malah membuahkan kejelekan setelah itu. Cobalah kita simak
ungkapan para ulama yang mendalam ilmunya mengenai hal ini.
Sebagian ulama salaf mengatakan,
“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan
kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”[3]
Pentingnya Beramal Kontinu (Rutin), Walaupun Sedikit
Di antara keunggulan suatu amalan dari amalan lainnya adalah amalan yang rutin
(kontinu) dilakukan. Amalan yang kontinu –walaupun sedikit- itu akan
mengungguli amalan yang tidak rutin –meskipun jumlahnya banyak-. Amalan inilah
yang lebih dicintai oleh Allah Ta’ala. Di antara dasar dari hal ini adalah
dalil-dalil berikut.
Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu
walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu
berkeinginan keras untuk merutinkannya. [5]
Dari ’Aisyah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
ditanya mengenai amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah. Rasul
shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab,
”Amalan yang rutin (kontinu), walaupun sedikit.”[6]
’Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah, ”Wahai Ummul Mukminin,
bagaimanakah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam beramal? Apakah beliau
mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah menjawab,
”Tidak. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (rutin dilakukan). Siapa saja
di antara kalian pasti mampu melakukan yang beliau shallallahu ’alaihi wa
sallam lakukan.”[7]
Di antaranya lagi Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam contohkan dalam amalan
shalat malam. Pada amalan yang satu ini, beliau menganjurkan agar mencoba untuk
merutinkannya. Dari ’Aisyah, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
”Wahai sekalian manusia, lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian.
Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa)
amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg)
walaupun sedikit.”[8]
Keterangan Ulama Mengenai Amalan yang Kontinu
Mengenai hadits-hadits yang kami kemukakan di atas telah dijelaskan maksudnya
oleh ahli ilmu sebagai berikut.
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, ”Yang dimaksud dengan hadits tersebut adalah
agar kita bisa pertengahan dalam melakukan amalan dan berusaha melakukan suatu
amalan sesuai dengan kemampuan. Karena amalan yang paling dicintai oleh Allah
adalah amalan yang rutin dilakukan walaupun itu sedikit.”
Beliau pun menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam adalah amalan yang terus menerus dilakukan (kontinu). Beliau pun
melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau
pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ’Abdullah bin ’Umar.”[9] Yaitu
Ibnu ’Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat malam.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku,
“Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan
shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.” [10]
Beliau rahimahullah juga mengatakan, ”Jika syaithon melihatmu kontinu dalam
melakukan amalan ketaatan, dia pun akan menjauhimu. Namun jika syaithon
melihatmu beramal kemudian engkau meninggalkannya setelah itu, malah
melakukannya sesekali saja, maka syaithon pun akan semakin tamak untuk
menggodamu.”[12]
Maka dari penjelasan ini menunjukkan dianjurkannya merutinkan amalan yang biasa
dilakukan, jangan sampai ditinggalkan begitu saja dan menunjukkan pula
dilarangnya memutuskan suatu amalan meskipun itu amalan yang hukumnya sunnah.
Hikmah Mengapa Mesti Merutinkan Amalan
Pertama, melakukan amalan yang sedikit namun kontinu akan membuat amalan
tersebut langgeng, artinya akan terus tetap ada.
An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun
rutin dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali
saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan
melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan
keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang
Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit yang rutin dilakukan akan memberikan
ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun
sesekali saja dilakukan.”[13]
Kedua, amalan yang kontinu akan terus mendapat pahala. Berbeda dengan amalan
yang dilakukan sesekali saja –meskipun jumlahnya banyak-, maka ganjarannya akan
terhenti pada waktu dia beramal. Bayangkan jika amalan tersebut dilakukan terus
menerus, maka pahalanya akan terus ada walaupun amalan yang dilakukan sedikit.
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, ”Sesungguhnya seorang hamba hanyalah akan
diberi balasan sesuai amalan yang ia lakukan. Barangsiapa meninggalkan suatu
amalan -bukan karena udzur syar’i seperti sakit, bersafar, atau dalam keadaan
lemah di usia senja-, maka akan terputus darinya pahala dan ganjaran jika ia
meninggalkan amalan tersebut.”[14] Namun perlu diketahui bahwa apabila
seseorang meninggalkan amalan sholih yang biasa dia rutinkan karena alasan
sakit, sudah tidak mampu lagi melakukannya, dalam keadaan bersafar atau udzur
syar’i lainnya, maka dia akan tetap memperoleh ganjarannya. Hal ini berdasarkan
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Jika seseorang sakit atau melakukan safar, maka dia akan dicatat melakukan
amalan sebagaimana amalan rutin yang dia lakukan ketika mukim (tidak bepergian)
dan dalam keadaan sehat.”[15]
Ketiga, amalan yang sedikit tetapi kontinu akan mencegah masuknya virus ”futur”
(jenuh untuk beramal). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang
akan muncul rasa malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit
namun ajeg (terus menerus), maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat
untuk beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal
yang penting kontinu walaupun jumlahnya sedikit. Kadang kita memang mengalami
masa semangat dan kadang pula futur (malas) beramal. Sehingga agar amalan kita
terus menerus ada pada masa-masa tersebut, maka dianjurkanlah kita beramal yang
rutin walaupun itu sedikit.
selengkapnya:
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/amalan-lebih-baik-kontinu-walaupun-sedikit.html
No comments:
Post a Comment