Segala
puji bagi Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan
sahabatnya.
Permasalahan ini adalah permasalahan yang sering dibingungkan oleh sebagian
orang. Dan kebanyakan kaum muslimin menganggap bahwa menyentuh wanita adalah
membatalkan wudhu. Inilah yang dianut oleh mayoritas kaum muslimin di negeri
ini karena kebanyakan mereka menganut madzhab Syafi’i yang berpendapat seperti
ini.
Lalu manakah yang tepat? Tentu saja kita mesti mengembalikan hal ini pada
pemahaman yang benar terhadap Al Qur'an dan As Sunnah.[1]
Silang Pendapat
Perlu diketahui, dalam masalah apakah menyentuh wanita membatalkan wudhu
ataukah tidak, para ulama ada tiga macam pendapat.
Pendapat pertama: menyentuh wanita membatalkan wudhu secara mutlak. Pendapat
ini dipilih oleh Imam Asy Syafi'i, Ibnu Hazm, juga pendapat dari Ibnu Mas'ud
dan Ibnu 'Umar.
Pendapat kedua: menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlah.
Pendapat ini dipilih oleh madzhab Abu Hanifah, Muhammad bin Al Hasan Asy
Syaibani, Ibnu 'Abbas, Thowus, Al Hasan Al Bashri, 'Atho', dan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah.
Pendapat ketiga: menyentuh wanita membatalkan wudhu jika dengan syahwat.
Pendapat ini adalah pendapat Imam Malik dan pendapat Imam Ahmad yang masyhur.
Untuk melihat manakah pendapat yang lebih kuat, mari kita lihat beberapa yang
digunakan untuk masing-masing pendapat.
Batalnya Wudhu Karena Menyentuh Wanita Melalui Dalil Al Qur'an?
Sebagian ulama yang menyatakan batal wudhu karena menyentuh wanita, berdalil
dengan firman Allah Ta'ala,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); ...” (QS. Al Ma-idah: 6)
Ada beberapa jawaban untuk pertanyaan ini:
Pertama: Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari bahwa makna
“lamastmun nisaa'” dalam ayat tersebut adalah jima' (berhubungan badan) dan
bukan dimaknakan dengan makna lain dari kata al lams. Alasannya, terdapat
hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau pernah
mencium sebagian istrinya, lalu beliau shalat dan tidak berwudhu lagi.
Dari 'Aisyah, beliau mengatakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
mencium sebagian istrinya, lalu ia pergi shalat dan tidak berwudhu. Seorang
perowi ('Urwah) berkata pada 'Aisyah, “Bukankah yang dicium itu engkau?”
Setelah itu 'Aisyah pun tertawa.[5] Juga terdapat riwayat Ibrahim At Taimiy,
dari 'Aisyah. Riwayat ini dishahihkan oleh Al Albani.[6]
Kedua: Tafsiran Ibnu 'Abbas lebih didahulukan dari tafsiran Ibnu Mas'ud dan
Ibnu 'Umar karena beliau lebih pakar dalam hal ini.[7]
Ketiga: Kita pun bisa melihat pada konteks ayat surat Al Maidah ayat 6,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah”: Dalam ayat ini disebutkan mengenai thoharoh (bersuci) dengan air
dari hadats kecil.
“dan jika kamu junub maka mandilah”: Sedangkan ayat ini untuk bersuci dari
hadats besar.
Lalu setelah itu, Allah menyebut:
“dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau lamastumun nisaa', lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah.”
Dalam firman Allah: “maka bertayamumlah”. Ini menunjukkan bahwa tayamum adalah
pengganti untuk dua thoharoh sekaligus jika tidak memungkinkan menggunakan air.
“atau kembali dari tempat buang air (kakus)”: ini adalah untuk hadats kecil.
Jadi tayamum bisa sebagai pengganti wudhu.
“ atau lamastumun nisaa'”: ini adalah untuk hadats besar. Jadi tayamum bisa
mengganti mandi junub. Sehingga dari sini, lamastumun nisaa' termasuk hadats
besar. Jadi maknanya bukan hanya sekedar mencium atau menyentuh.
Catatan: Memang kata al lams bisa bermakna menyentuh (meraba) dengan tangan
sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut,
“Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat
menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri” (QS. Al An'am: 7)
Begitu pula dapat dilihat dalam hadits,
“Zinanya tangan adalah dengan meraba.”[8]
Namun sebagaimana diutarakan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari, makna “lamastmun
nisaa'” dalam ayat tersebut adalah jima' (berhubungan badan) dan bukan
dimaknakan dengan makna lain dari kata al lams.
Dalil Lain Bahwa Menyentuh Wanita Tidak Membatalkan Wudhu
Pertama: Hadits 'Aisyah, ia berkata,
“Suatu malam aku kehilangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau
ternyata pergi dari tempat tidurnya dan ketika itu aku menyentuhnya. Lalu aku
menyingkirkan tanganku dari telapak kakinya (bagian dalam), sedangkan ketika
itu beliau sedang (shalat) di masjid ...”[9]
Kedua: Hadits 'Aisyah, ia berkata,
“Aku pernah tidur di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan kedua
kakiku di arah kiblat beliau. Ketika ia hendak sujud, ia meraba kakiku. Lalu
aku memegang kaki tadi. Jika bediri, beliau membentangkan kakiku lagi.” 'Aisyah
mengatakan, “Rumah Nabi ketika itu tidak ada penerangan.”[10]
Ketiga: Sudah diketahui bahwa para sahabat pasti selalu menyentuh
isti-istrinya. Namun tidak diketahui kalau ada satu perintah dari Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berwudhu dan tidak ada satu riwayat yang
menyebutkan bahwa ketika itu para sahabat berwudhu. Padahal seperti ini sudah
sering terjadi ketika itu. Bahkan yang diketahui bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam mencium sebagian istrinya dann tanpa berwudhu lagi. Walaupun memang
hadits ini diperselisihkan oleh para ulama mengenai keshahihannya. Namun tidak
ada riwayat yang menyatakan bahwa beliau berwudhu karena sebab bersentuhan
dengan wanita. [11] -Inilah penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang kami
sarikan-
Sedangkan perkataan ulama yang menyatakan bahwa menyentuh wanita dengan syahwat
saja yang membatalkan wudhu, maka ini adalah pendapat yang tidak berdalil.
Namun jika sekedar menganjurkan untuk berwudhu sebagaimana orang yang marah
dianjurkan untuk berwudhu, maka ini baik. Akan tetapi, hal ini bukanlah wajib.
Wallahu Ta'ala a'lam.
Perhatian: Hukum Menyentuh Wanita Yang Bukan Mahrom
Jika sudah jelas penjelasan menyentuh wanita di atas berkaitan dengan masalah
wudhu. Lalu bagaimana dengan hukum menyentuh wanita yang bukan mahrom, berdosa
ataukah tidak? Ada hadits yang bisa kita perhatikan, yaitu dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang
pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina
kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan
adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati
adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan
membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[12] Zina tangan adalah dengan
menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom dan di sini disebut dengan zina
sehingga ini menunjukkan haramnya. Karena ada kaedah: “Apabila sesuatu
dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan
tersebut adalah haram.”[13].Semoga kita bisa memperhatikan hal ini.
Kesimpulan: Menyentuh wanita tidak membatalkan menurut pendapat yang lebih
kuat. Namun jika menyentuh wanita bukan mahrom, ada konsekuensi berdosa
berdasarkan penjelasan terakhir di atas. Wallahu a'lam.
Semoga yang singkat ini bermanfaat.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel: www.rumaysho.com
No comments:
Post a Comment